Beranda Ekonomi APTI: Waspadai Intervensi Asing yang Ingin Matikan Industri Tembakau Nasional

APTI: Waspadai Intervensi Asing yang Ingin Matikan Industri Tembakau Nasional

JAKARTA, karna.id — Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Nusa Tenggara Barat, Sahmihudin mengatakan isu yang menyebutkan rokok memperparah Covid-19 dihembuskan kelompok tertentu yang berafiliasi dengan organisasi internasional yang ingin menghancurkan industri hasil tembakau nasional.

“Organisasi internasional ini juga mempengaruhi pemerintah pusat untuk menaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok setiap tahunnya. Mereka meminta pemerintah Indonesia menaikan cukai setinggi tingginya bukan untuk menyehatkan rakyat Indonesia,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (29/05).

Sahmihudin menyayangkan sikap pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani yang diduga lebih mengutamakan agenda organisasi internasional yang ingin membatasi produk sekaligus dapat mematikan industri hasil tembakau nasional yang telah menyerap jutaan tenaga kerja dan memberikan pemasukan keuangan yang besar bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

“Seharusnya pemerintah RI lebih memperhatikan dan memprioritas agenda nasional. Dalam hal ini melindungi produk dan keberlangsungan industri hasil tembakau dan produk rokok nasional,” kata ia.

Menurutnya kenaikan cukai dan HJE rokok yang dilakukan oleh pemerintah di satu sisi memang menambah pemasukan pendapatan kas negara dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, banyak merugikan rakyat khsusunya petani dan buruh tembakau termasuk merugikan negara sendiri. Apakah hal ini sudah diperhatikan oleh pemerintah? Apakah pemerintah sudah dapat memberikan substitusi pekerjaan atau penghasilan petani dan buruh perkebunan tembakau beserta sektor terkaitnya?

“Jangan sampai pemerintah mengejar pendapatan negara lewat kenaikan cukai jangka pendek namun mengorbankan jutaan masyarakat petani, buruh tembakau dan buruh industri hasil tembakau,” tegas Sahmihudin.

Ia menegaskan apabila produksi dan penjualan rokok nasional turun drastis akibat adanya kenaikan cukai rokok, maka bukan hanya karyawan industri rokok dan petani tembakau kehilangan lapangan pekerjaan dan penghasilan.

“Negara pun akan kehilangan pendapatan sekian ratus triliun dari industri hasil tembakau nasional,” tegasnya.

Sahmihudin juga menyoroti rencana pemerintah yang ingin membatasi ruang iklan rokok. Menurutnya iklan rokok juga menggerakan perekonomian masyarakat dan menghidupkan industri periklanan dan media massa di daerah sekaligus menggerakan ekonomi kreatif.

“Kami menolak adanya permintaan pembatasan iklan rokok baik di media luar ruang maupun di media media massa elektronik dan cetak. Sebab, selama ini iklan untuk rokok sudah dibatasi. Jangan dibatasi lagi. Iklan rokok juga menghidupkan perekonomian masyarakat, serta menggerakkan ekonomi kreatif,” terangnya.

Sahmihudin juga menepis tudingan kaum antirokok yang menyatakan bahwa rokok dapat memperparah penularan dan penyakit yang disebabkan Covid-19. Yang terjadi justru sebaliknya, asap rokok dapat mematikan virus Covid-19 yang ada di dalam tenggorokan. Menurutnya, sudah ada penelitian di Perancis, asap rokok justru menghambat penyebaran Covid-19 di tubuh manusia.

Ia menegaskan kalau mau dilarang, harusnya penjualan dan produksi junk food dan fast food di Indonesia. Karena jelas-jelas, berdasarkan penelitian pakar kesehatan, jenis makanan ini menyebabkan penyakit jantung, diabetes dan penyakit yang disebabkan oleh kelebihan berat badan lainnya. Ini membahayakan kesehatan.

“Kalau rokok, jelas-jelas orang yang merokok banyak yang panjang umurnya. Sementara yang tidak merokok juga banyak yang pendek umurnya. Jad, belum dapat dibuktikan secara ilmiah merokok itu memperpendek umur,” pungkasnya. ***