Beranda Sosial Arti Man Jadda Wajada dan Penjelasannya

Arti Man Jadda Wajada dan Penjelasannya

Arti Man Jadda Wajada

karna.id — Ada ungkapan yang cukup populer, yaitu man jadda wajada. Di pencarian google kami menemuikan ungkatan ini ditulis dengan kurang tepat, yaitu man jadda wajadda. Kata ini dari mana dan apa arti dari man jadda wajada?

Ungkapan man jadda wajada berasal dari Bahasa Arab مَنْ جَدَّ وَجَدَ yang kalau diartikan adalah siapa yang bersungguh maka ia akan menemukan atau siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan dapat.

Ungkapa ini merupakan bagian dari kata-kata mutiara atau kata-kata bijak yang diajarkan di pondok pesantren. Biasanya diajarkan dalam bentuk mahfudzot yang artinya materi hapalan. Dalam mahfudzot sendiri banyak ditemuai kata-kata bijak yang diawali dengan kata “man” alias “siapa” atau “barang siapa.”

Baca juga: Arti Istiqomah dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari

Man jadda wajada terdiri dari tiga kata, yaitu man yang berarti “siapa”, jadda yang berarti “bersungguh-sungguh” dan wajada yang berarti “dapat.” Kata “jadda” sendiri mempunyai akar kata yang sama dengan kata “jihâd” maka oleh karenanya jihad juga bermakna “usaha sungguh-sungguh.”

Ungkapan ini sangat cocok untuk dijadikan peganan oleh semua orang. Bagi anak muda ungkapan ini menjadi bahan penyemangat untuk meraih apa yang dicita-citakan. Cobaan dan rintangan pasti akan ditemui, tapi dengan kesungguhan itu akan bisa dilalui.

Man Jadda Wajada dalam Pribahasa Indonesia

Kita mengenal pribahasa: Berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudia. Pribahasa ini mirip dengan ungkapan dalam bahasa arab yang sedang dibahasa.

Dalam hidup harus rela untuk bersusah payah dahulu baru kemudian menikmati jerih payah kita. Masa muda dimana kita masih punya energi yang cukup, fikiran yang masih segar adalah masa yang tepat untuk melakukan segala usaha itu.

Jangan sampai kita bersenang-senang saat muda tapi menjadi susah di saat tua.

Tidak sedikit yang menggunakan masa mudanya untuk bersenang-senang dan mereka baru menyadari bahwa apa yang dilakukan telah merusak masa depannya. Ketika sadar sudah cukup terlambat.

Masa muda terlah berlalu dan tidak bisa diulang kembali. Maka yang tertinggal hanyalah penyesalan. Tapi penyesalan itu sudah tidak berarti lagi. Ya, penyesalan itu pasti datangnya di akhir. Karena kalau datang di depan maka bukan penyesalan namanya.

Maka tidak ada pilihan bagi kita untuk memanfaatkan waktu muda untuk berusaha dan berusaha. Dengan begitu diharapkan ketika tua kita tinggal menikmati jerih payah tersebut.