MALANG, karna.id — Otonomi Khusus atau yang biasa dikenal dengan Otsus akan segera berakhir. Keberlangsungan atau perpanjangan Otsus mulai menjadi topik pembahasan dikalangan elit pusat bersama dengan DPR RI. Bahkan, informasi terakhir yang diterima menyebutkan bahwa Otsus di Tanah Papua resmi diperpanjang. Pemberlakuan Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat (kemudian disebut Otsus Papua) berpijak pada hasil kompromistis politik antara Pemerintah Pusat dan Rakyat Papua yang diharapkan mampu menjadi titik temu sebagai kalimat mufakat antar kedua belah pihak yang sejak tahun 1962 telah mengalami konflik multidimensional berkepanjangan.
Pemerintah berjanji untuk tidak memberlakukan lagi bentuk realisasi pembangunan serta kebijakan-kebijakan dimasa lalu yang secara nyata tidak benar-benar mengangkat harkat derajat rakyat Papua. Alhasil, ketertinggalan serta keterpinggiran menjadi dampak nyata dari kebijakan-kebijakan lama tersebut sehingga berujung pada penuntutan hak rakyat Papua untuk melakukan referendum dan menuntut balas atas hak-hak bangsanya yang tercerabut. Kemudian pada perkembangannya, Otsus Papua yang merupakan buah kesepakatan tersebut diformilkan legalitasnya melalui UU No. 21 Tahun 2001. Kemudian, untuk memperkuat penerapan Otsus diwilayah Provinsi Papua Barat, pada tahun 2008 diberlakukan UU No. 35 Tahun 2008.
Dipenghujung masa berlaku Otsus Jilid I, terjadi beberapa pergolakan perlawanan oleh rakyat Papua atas wacana pemerintah untuk melanjutkan Otsus di Tanah Papua. Sebut saja ribuan massa yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) melakukan aksi penolakan Otsus Jilid II di Kab. Nabire (25/19). Selain itu, dilansir dari suarapapua.com, PRP dipelopori oleh 17 organisasi pelopor. Hingga Juni 2021, total sejumlah 112 organisasi baik dari dalam maupun luar negeri telah tergabung menjadi front PRP. PRP juga diketahui telah berhasil mengumpulkan petisi sebanyak 714.066 suara.
“Bagi rakyat Papua, Otsus adalah solusi yang dipaksakan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat diukur dari beberapa kali revisi yang dilakukan terhadap Undang-Undang Otonomi Khusus. Sejauh ini, rakyat Papua menilai bahwasannya sejak diterapknnya Otsus di Tanah Papua, tidak terdapat dampak positif yang berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai krisis multidimensional yang terjadi di Tanah Papua”. Kata Andi Pratama kepada karna.id, Rabu (18/8).
Andi juga menambahkan, upaya pemaksaan penerapan Otsus melalui gerakan-gerakan pembungkaman juga terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terbukti dengan dilakukannya penangkapan 23 mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) yang melakukan demo penolakan Otsus Jilid II. Setelah dilakukan penangkapan, ke-23 mahasiswa tersebut kemudian diringkus ke Polresta Jayapura. Dilansir dari news.detik.com, dari total ke-23 mahasiswa tersebut, setidaknya terdapat 5 orang yang mengalami kekerasan oleh pihak aparat dan membuat kelima orang mahasiswa tersebut mengalami luka-luka.