Apakah Hari Raya Idul Fitri 1444 H atau Lebaran 2023 akan serentak seluruh Indonesia. Ini salah satunya bergantung pada Kapan Lebaran Idul Fitri Muhammadiyah 2023 M/1444 H. Ini tidak lepas bahwa ormas Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tersebut memiliki metode penentuan awal bulan komariah yang berbeda dengan pemerintah.
Pada 21 Januari 2023, yang bertepatan dengan 28 Jumadilakhir 1444 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2023 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijan 1444 Hijriah.
Maklumat tersebut ditandatangi langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dan Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammad Sayuti, M.Pd, M.Ed, Ph.D.
Sebagaimana dapat dilihat dalam judul maklumat maka selain soal awal Ramadan dan 1 Syawal di situ juga terdapat maklumat tentang Hari Raya Idul Adha.
Lebaran Idul Fitri tahun 2023
Dalam maklumat tersebut dijelaskan tentang Hisab yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid tentang posisi bulan pada tanggal 29 syakban (21 Maret), posisi bulan pada 29 Raamadan (20 April), dan posisi bulan pada 29 Zulkaidah (18 Juni).
Dari pantauan dan hisab yang dilakukan maka Muhammadiyah menyimpulan dan memutuskan bahwa:
- 1 Ramadan 1444 H jatuh pada hari Kamis Pon, 23 Maret 2023 M
- 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023 M
- 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada hari Senin Legi, 19 Juni 2023 M
- Hari Arafah (9 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Selasa Wage, 27 Juni 2023 M
- Iduladha (10 Zulhijah 1444 H) jatuh pada hari Rabu Kliwon, 28 Juni 2023 M
Dalam menentukan semua ini Muhammadiyah berpegang pada hisab wujudul hilal dan tidak perlu menunggu rukyatul hilal untuk memastikannya.
Baca juga: Metode Hisab Muhammadiyah: Penentuan Awal Bulan Komariah
Dalam Hisab Hakiki Wujudul Hilal bulan baru kamariah dimulai apabila terpenuhi tiga kriteria secara komulatif. Artinya kalau salah satu kriteria dari tiga kriteria tidak terpenuhi maka bulan baru belum dimulai. Kriteria tersebut adalah:
- Telah terjadi ijtimak (konjungsi)
- ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
- pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Sebagaimana sudah disinggung di awal tentang fase bulan di mana fase awal adalah bulan yang tidak tampak. Ini karena posisi bulan membelakangi matahari dan membuat posisinya berada pada titik lurus dengan pusat bumi dan mahari. Posisi inilah yang disebut dengan ijtimak atau konjungsi. Maka konjungsi adalah syarat pertama yang harus terpenuhi.
Konjungsi yang tersebut harus terjadi sebelum matahari terbenam. Ini karena hari baru menurut Islam dimulai pada saat terbenamnya matahari (ghurub).
Dan kriteria terakhir yang harus terpenuhi adalah bahwa pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk. Ufuk atau horizon adalah garis yang memisahkan langit dan bumi. Horizon mudah diketahui di tengah hamparan atau di laut.
Jika ketiga kriteria tersebut terpenuhi semua maka bulan baru terbentuk bersamaan dengan pergantian hari. Jika salah satu tidak terpenuhi, misalnya pada saat terbenam matahari bulan berada di bawah ufuk maka bulan baru belum terbentuk dan akan digenapkan menjadi 30 hari.
Dan karena muhammadiyah menganut pendapat bahwa hisab sama kedudukannya dengan rukyat maka tidak perlu lagi dilakukan rukyatul hilal untuk mengkonfirmasi hasil hisabnya.