Beranda Covid-19 Korupsi Bansos di Tengah Karantina yang Tak Kunjung Usai

Korupsi Bansos di Tengah Karantina yang Tak Kunjung Usai

ilustrasi korupsi bansos, Nurul Hikmah, Korupsi Bansos Ditengah Karantina Yang Tak Kunjung Usai, Juliari Batubara, Mensos Korupsi, Bantuan COvid-19, Korupsi Covid-19, Juliari Mensos, IMM, PC IMM Malang Raya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
ilustrasi Korupsi Bantuan Sosial (Foto: alinea.id)

KARNA.id — Salah satu latar belakang terbentuknya UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ialah bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang. Selain itu kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional.

Salah satu tujuan dibentuknya undang-undang tersebut adalah memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan. Menurut data Covid19.go.id, di Indonesia hari ini pada tanggal 29 juli 2021 sudah terkonfirmasi sekitar 3,2 juta kasus, 500 diantaranya kasus aktif, 2.6 juta orang sudah dinyatakan sembuh dan 88 ribu orang meninggal akibat Covid-19. Dilihat dari data tersebut, Indonesia masih cukup tinggi kasus Covid-19 sehingga pemerintah mengadakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM darurat level 3 & 4 yang diperpanjang hingga 2 Agustus nanti

Perpanjangan karantina secara terus-menerus menyebabkan perekonomian di Indonesia menjadi krisis terutama pada masyarakat bawah atau pedagang kecil. Sehingga pemerintah menyalurkan dana bantuan sosial kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat ke bawah dan menengah mendapatkan konsumsi serta keperluan yang layak, dikarenakan masa pandemi ini angka kemiskinan pun juga meningkat. Namun sangat disayangkan, baru-baru ini dana bantuan sosial covid-19 telah dikorupsi oleh mentri sosial Juliari Batubara dan mendapat tuntutan 11 tahun penjara. Dana yang sudah di korupsi Jaksa menilai Juliari terbukti menerima Rp 32,48 miliar dari 109 vendor penyedia bansos. Sebanyak Rp 1,28 miliar diantaranya diterima dari Harry van Sidabukke dan Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar M. Keduanya sudah lebih dulu divonis penjara. Dari sini menyimpulkan bahwa terjadi  politisasi terhadap kesehatan covid-19, dimana dana bansos di korupsi secara besar-besaran.

The Habibie Center menemukan indikasi politisasi dan sentralisasi kekuasaan dalam penanganan pandemi Covid-19 antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di Indonesia. Hal tersebut didapat melalui analisa yang dilakukan sepanjang Agustus-Desember 2020. Dilansir dari CCN Indonesia peneliti The Habibie Center Sopar Peranto mengemukakan, “Kami lihat ada politisasi dan sentralisasi kekuasaan. Politisasi ini menarik, di berbagai negara semua elemen, pusat, daerah itu solid menangani Covid-19, “Namun yang ditemui di lapangan [di Indonesia] ada tarik-menarik kepentingan bagi pusat dan daerah soal penanganan Covid-19,” sambung dia dalam diskusi virtual yang digelar Senin (22/2).

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai KPK harus menuntut maksimal terhadap Juliari agar dugaan publik terkait penanganan kasus itu tidak sepenuhnya terkonfirmasi. Selama ini, publik menilai KPK ingin melindungi pelaku lain dalam korupsi bansos. Berdasarkan catatan ICW, proses penanganan skandal dalam petaka kemanusiaan itu dapat dikategorikan sangat buruk. KPK terindikasi melokalisir perkara agar berhenti pada Juliari, tanpa meraih elit lainnya. Dugaan itu diperkuat dengan proses penggeledahan KPK yang tidak disegerakan sehingga sering kali tidak menghasilkan temuan apapun. “Dugaannya mengerucut pada dua hal, yaitu kebocoran informasi di internal KPK atau penggeledahan yang tak kunjung dilakukan, padahal izin sudah diberikan oleh Dewan Pengawas,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Selasa (27/7).

Mengutip dokumen analisa, The Habibie Center mengungkap, penanganan Covid-19 yang cenderung lambat karena kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama pada masa awal wabah. Kondisi ini salah satunya tercermin dari tarik-ulur kebijakan lockdown atau penguncian wilayah. Namun pemerintah pusat justru memunculkan terminologi lain melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang disebut mengacu pada Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan dan juga PPKM darurat dari level 1-4.

Salah satu koalisi yaitu Koalisi Antikorupsi membuka pos pengaduan korban terdampaknya korupsi bansos covid-19. Koalisi Masyarakat Sipil anti korupsi terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI, Change.org, serta Visi Integritas Law Office. Mereka mengatakan pos pengaduan ini adalah upaya untuk dapat memetakan permasalahan dan kerugian yang dialami masyarakat sebagai dampak korupsi. “Pengaduan yang masuk kemudian nantinya akan menjadi dasar untuk melakukan upaya hukum bersama, yakni menuntut pemulihan kerugian masyarakat. Selain itu, informasi yang dihimpun juga diarahkan untuk mendorong perbaikan kebijakan mengenai bansos dan jaminan sosial lainnya agar lebih transparan dan akuntabel, “Korupsi bansos di tengah wabah pandemi covid-19 tidak hanya sekadar merugikan keuangan negara. Adanya penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu sangat mengancam kehidupan kelompok rentan dan masyarakat miskin yang menjadi sasaran program tersebut”, kata Koalisi Masyarakat sipil anti korupsi, dalam keterangan tertulis yang dibagikan kepada wartawan, Minggu (21/3).

Kasus korupsi yang menjerat Juliari Peter Batubara (JPB) bersama sejumlah pejabat Kemsos dan pengusaha dalam pengadaan bantuan sosial (Bansos) direspon banyak pihak. Salah satunya, ekonom yang menjabat Wakil Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Jakarta, Imal Istimal. Dia mengaku tidak habis pikir mengapa bansos bisa menjadi ajang tindak korupsi. Menurut Imal, ini momentum dilakukannya evaluasi total atas bentuk dan skema bantuan sosial pemerintah dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Bansos, kata dia harus diubah menjadi bantuan yang lebih produktif dan tidak rawan korupsi. Salah satu rekomendasi guna mengembalikan peraturan yang seharusnya  ialah:

  1. Laksanakan UU Kekarantinaan Kesehatan secara penuh dengan memperhatika Pemenuhan Kebutuhan Rakyat tanpa terkecuali.
  2. Realisasikan APBD Pemerintah Daerah yang dialokasikan untuk Penanganan Pandemi terkhusus yang berupa bantuan kepada masyarakat 
  3. Alihkan bantuan yang bersifat barang menjadi uang tunai yang sepadan dengan waktu Karantina Wilayah
  4. Tegur Kepala Daerah yang mengaku tidak memiliki anggaran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya
  5. Alihkan Dana Istimewa untuk memenuhi kebutuhan rakyat

#TolakPolitisasiKesehatan Rakyat

#AktivisProfetik

Oleh, Nurul Hikmah (Alumni SAKP IMM Malang Raya)