Beranda Covid-19 Menangkal Paranoid; Menakuti atau Memberi Informasi

Menangkal Paranoid; Menakuti atau Memberi Informasi

Informasi itu perlu, menakuti itu jangan

Farhan Azizi

Karna.id — Belum lama ini lonjakan kasus Covid-19 terus diberitakan dan menyebar luas ke seluruh masyarakat. Beragam reaksi terhadap kabar lonjakan kasus bermunculan dari sejumlah kalangan. Ada yang semakin waspada, ketakutan, tidak percaya, hingga puncaknya yaitu paranoid. Paranoid itu hadir karena Covid-19 menurut mereka menganiaya dan menakut-nakuti mereka secara kesehatan, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.

Baru-baru ini tersebar kabar melalui hasil tangkapan layar dari aplikasi percakapan digital seseorang bahwa pasangan suami istri pemilik warung makan “Lalapan Bengkel” atau warung favorit mahasiswa yang bermukim di daerah Tirto Utomo Tlogomas meninggal dunia akibat Covid-19. Kabar tersebut menyita perhatian sejumlah kalangan mahasiswa, dosen, dan masyarakat sekitar.

Banyak dari sejumlah kalangan merespon kabar itu dengan ucapan bela sungkawa. Namun beberapa dari mereka ada juga yang malah merespon dengan ucapan melalui medsos seperti ini: “mati itu karena Allah! bukan karena Covid-19!”, ”loh kok kena covid?, pasti keluarganya dibayar”. Melihat respon yang demikian, paranoid berarti telah hidup dan menjalar ke dalam jiwa sejumlah kalangan tersebut.

Menakuti Anak Kecil

Orang tua acap kali mendisiplinkan anak-anaknya dengan cara menakuti. Biasanya orang tua menggunakan subjek hantu agar mereka takut dan menggambarkan seramnya hantu itu, sehingga berharap setelah itu mereka bisa disiplin. Betapapun seram orang tua menggambarkan hantu itu, namun hasilnya anak mereka tetap saja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mereka justru semakin penasaran dan ingin mengetahui keberadaan hantu itu.

Demikian yang terjadi pada beberapa dari kita sekarang. Kabar-kabar tentang Covid-19 menurut mereka sudah menakut-nakuti, sehingga mereka merasa semakin penasaran dan malah ingin mengetahui bahaya Covid-19 yang sebenarnya. Hasil rekaman video seorang bapak-bapak yang ingin memegang mayat Covid-19 yang tersebar beberapa waktu lalu cukup menggambarkan bahwa memang ada beberapa dari kita yang seperti itu.

Paranoid bukan masalah fisik, tapi hal itu masalah psikis atau jiwa yang harus diobati dengan pengobatan jiwa pula. Setiap kita tahu bahwa negara melalui pemerintah dengan segala upayanya ingin menyelamatkan nyawa warga negara di dalamnya dari bahaya Covid-19 ini. Namun pemerintah sepertinya baru menggunakan cara yang hanya melihat satu sisi permasalahan.

Pemerintah sudah berupaya menyelamatkan kita dengan memberi informasi tentang bahaya Covid-19, selain itu edukasi dan vaksinasi belakangan ini juga sudah dilakukan. Sayanganya cara tersebut tidak menuai hasil positif, karena kasus Covid-19 justru semakin mengalami lonjakan yang cukup tinggi seperti informasi-informasi yang beredar.

Karena itu, memberi informasi, edukasi, dan vaksinasi sepertinya bukanlah langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan. Terlepas dari langkah-langkah tersebut, upaya penekanan kasus melalui kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga sudah dilakukan pemerintah.

Informasi yang Menakuti

Dengan segala hormat kepada pemerintah negara, melakukan cara-cara itu memang sangatlah perlu. Namun apakah sebelumnya pemerintah sudah melihat situasi dan kondisi jiwa masyarakat?. Karena cara itu menimbulkan emosi marah, sedih, merasa bersalah, dan ketakutan pada diri seseorang.

Pertama, emosi marah bermunculan dari sejumlah kalangan karena merasa dirugikan dengan adanya kebijakan PSBB dan PPKM yang membuat mereka tidak bisa beraktivitas sebagaimana mestinya, seperti yang biasa melakukan jalan-jalan ke pasar, tempat-tempat hiburan, tempat makan di restoran, pusat belanja, tempat wisata dan sebagainya.

Kedua, emosi sedih karena tidak bisa bertemu keluarga. Ketiga, emosi merasa bersalah karena mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga tidak bisa menafkahi keluarga. Terakhir, emosi takut karena mendengar informasi-informasi yang tidak biasa mereka dengar sebelumnya, sehingga mereka tidak mempercayainya hingga akhirnya paranoid.

Bagaimana upaya itu dapat berjalan dengan baik kalau masyarakat tidak mempercayai tentang apa yang sedang terjadi. Betapapun kerasnya usaha pemerintah dalam menekan angka penyebaran Covid-19, jika masyarakat tidak percaya akan kebaradaan hal itu, maka percuma saja.

“Percuma rayu kau ucapkan”

“Percuma cumbu kau lakukan”

“Padaku yang patah hati”

“Patah hati selamanya”

“Kini aku tak mau lagi”

“Punya seorang kekasih”

“Aku tidak percaya lagi”

Seperti itu kata Bunda Rita Sugiarto melalui penggalan lirik lagunya yang berjudul “Percuma” dalam melihat kondisi sekarang ini. Banyak orang yang kehilangan percaya. Konsiprasi dikira informasi dan informasi dikira konspirasi. Nyi Roro Kidul dikira fakta, nabi dikira fiksi dan pemerintah dikira dusta.

Untuk itu, “PR” besar pemerintah adalah mengembalikan kepercayaan. Ada masalah besar pada kepercayaan masyarakat. Masyarakat memerlukan upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif pada kepercayaan mereka. Informasi-informasi yang menakuti bukanlah solusi. Pemerintah harus melakukan evaluasi, karena menakut-nakuti adalah melanggar konstitusi. Informasi itu perlu, tapi menakuti itu jangan!.

Oleh, Muhammad Farhan Azizi (Pemuja Kerang Ajaib)

Coba lihat koleksi kerang saya di Twitter: Mfarhan_azizi,

Instagram: Farhanaziziliterasi