SURABAYA, karna.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI belum lama ini menyatakan bahwa pada pemilihan umum (Pemilu) mendatang kotak suara yang digunakan berbahan dasar duplex (karton kedap air) dan tidak lagi menggunakan kotak suara aluminium. Keputusan KPU itupun menimbulkan banyak kritikan dan opini dari berbagai pihak.
KPU menyatakan bahwa penggunaan kotak suara berbahan dasar duplex bukan baru pertama kalinya melainkan telah digunakan pada pemilu sebelum-sebelumnya untuk mengantikan kotak suara yang rusak.
Komisioner KPU Jawa Timur, Dewita Hayu Shinta (DHS) angkat bicara menangapi hal tersebut. melalui akun twitter pribadinya ia mengulas setiap tahapan yang dilakukan oleh KPU dalam proses awal sampai pada proses pemungutan suara nantinya sebagai upaya mitigasi pada pelaksanaan pemilu 2019.
Berikut ulasan DHS tentang surat suara dan bagaimana perlakuan terhadapnya sehingga dijamin keamanannya.
DHS mengatakan sebelum sampai pada proses percetakan surat suara terlebih dahulu KPU mengadakan proses lelang tender surat suara. Pembuatan surat suara dilakukan secara ekslusif dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh KPU . Proses Pengadaan dilakukan menggunakan e-katalog atau sistem Informasi Logistik (Silog) KPU sehingga prosesnya efektif dan efisien serta terjamin akuntabilitasnya yang menjamin transparansi dan kualitas pengadaanya.
“Surat suara dibuat secara ekslusif dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh KPU RI. Proses Pengadaannya melalui e-katalog yang menjamin trasparansi,efektif, efisien dan kualitas pengadaaanya. Jadi bukan KPU RI yang melakukan Penunjukan” kata DHS.
Ia juga menjelaskan bahwa sebelum proses percetakan KPU melakukan verifikasi keakuratan data dan desain serta bahan surat suara hingga persetujuan dari peserta pemilu.
“Sebelum surat suara dicetak, terlebih dahulu harus melalui approval dummy oleh peserta dan juga KPU setingkat untuk masing-masing surat suara utuk memastikan keakuratannya. Misalnya surat suara pileg DPRD Kab, maka peseta (parpol) di level Kab tersebut melakukan approval dan juga KPU Kab tersebut”, jelasnya.
Lanjut bahwa pada tahap percetakan, “surat suara dicetak berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) ditambah 2% dari DPT per Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sebagai contoh, jika di suatu TPS terdapat DPT berjumlah 250 pemilih, maka surat suara yang dicetak sejumlah 255 buah. Jumlah ini sebelumya telah direkapitulasi di seluruh TPS sehingga jumlah yang dicetak tidak lebih dan kurang dari kebutuhan tiap TPS”.
Surat suara yang dicetak menurut DHS memiliki Security Printing (percetakan keamanan) untuk mencegah pemalsuan dan gangguan keamanan pada surat suara dan hanya KPU RI yang mengetahui apa, bagaimana dan dimana letaknya pada surat suara.
“satu hal yang penting tentang surat suara adalah security printing. apa,bagaimana dan dimana letaknya di surat suara, hanya KPU RI yang tahu. Bahkan tidak semua, hanya orang- orang tertentu yang tahu untuk menjamin kerahasiaannya. siapa saja yang tahu ? Hanya KPU RI yang tahu”.
Tahap selanjutnya adalah tahap pengiriman surat suara ke Kabupaten/Kota untuk dilakukan proses penyortiran sebelum distribusikan ke masing-masing TPS. Pada tahap ini menurutnya dilakukan dengan prinsip prudential serta menggunakan pengamanan dari pihak kepolisian untuk menjamin proses distribusi berjalan lancar.
“setelah dicetak, lalu surat suara didistribusikan langsung ke KPU Kabupaten/Kota. Distribusi ini dilakukan dengan armada yang baik sehingga aman dari berbagi cuaca dan tentu saja dengan pengamanan dari kepolisian”, kata DHS.
Proses selanjutnya DSH menjelaskan adalah proses penyortiran surat suara oleh KPU Kabupaten/Kota. Kegiatan penyortiran merupakan kegiatan memilah dan memilih surat suara yang kondisinya baik (memenuhi standar KPU) untuk digunakan sedangkan yang tidak layak akan dimusnakan saat itu juga oleh KPU Kabupaten/Kota.
“Surat suara tiba di KPU kab/kota kemudian disimpan digudang KPU kab/kota untuk dilakukan sortir,lipat, setting dan packing. kegiatan sortir adalah kegiatan memilah dan memilih surat suara. suarat suara yang kondisinya baik akan digunakan, tapi yang kondisinya buruk akan dimusnakan. yang baik artinya secara fisik memenuhi standar KPU dan secara informasi sesuai dengan dapilnya”.
Pada proses penyortiran juga dilakukan proses pelipatan, penyusunan (setting) dan pengemasan (packing) surat suara beserta dengan perlengkapan TPS lainnya seperti formulir, alat coblos, segel dan sampul atau aplop sesuai dengan kebutuhan tiap TPS.
“Kegiatan lipat adalah melipat surat suara yang telah di sortir sesuai dengan petunjuk teknis KPU. Pelipatan ini penting karena terkait dengan akses pemilih pada peserta yang ingin dipilih dan kerahasiaan pilihan. kegiatan setting merupakan kegiatan menghitung jumlah surat suara sesuai kebutuhan TPS-TPS. bersama dengan perlengkapan TPS lainnya, seperti formulir, alat coblos, segel, sempul (amplop), dll. surat suara yang sudah dihitung dimasukkan ke dalam sampul sesuai identitasnnya lalu disegel. kegiatan packing adalah memasukan surat suara dan perlengkapan TPS ke dalam kotak suara. Harus dipastikan bahwa jumlah surat suara dan perlengkapan TPS telah sesuai dengan kebutuhan TPS yang tertera di kotak suara.”
Ia juga menambahkan bahwa pada tahapan ini melibatkan berbagai pihak sebagai bentuk transparansi serta pengamanan surat suara seperti pihak kepolisian dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten/Kota.
“Kegiatan sortir, lipat, setting dan packing ini melibatkan kepolisian untuk pengamanan lokasinya. tenaga kerja juga disterilkan saat masuk maupun keluar gedung logistik. Bawaslu dan jajarannya melakukan pengawasan jadi aman.”, tambahnya.
Tahapan terkahir menurutnya adalah tahapan pendistirbusian surat suara ke TPS. Pada tahap ini DHS mengatakan bahwa pedistribusian surat suara dilakukan menggunakan armada yang sesuai dengan letak geografis masing-masing daerah serta pengamanan dari kepolisian dan pihak perlindungan masyarakat (Linmas).
“Setelah dipacking lalu didistribusikan sesuai jadwalnya, berjenjang dan kondisi geografis. keamanan juga menjadi pertimbangan utama dalam distribusi. kepolisian juga ikut dalam proses ini. Angkutan yang digunakan untuk distribusi surat suara disesuaikan dengan kondisi di lapangan. namun hal ini tidak menghalangi pengamanannya. ada polisi dan linmas yang juga ikut mendistribusikan ke TPS”, jelasnya.
Surat suara yang telah sampai di TPS akan tetap dalam pengawasan pihak keamanan yakni pihak Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Pengaws TPS, Kepolisian, Linmas, Pemantau Pemilu serta Saksi dari peserta pemilu sampai pada saat pemungutan suara berlangsung dan tetap dalam kondisi tersegel.
“Setelah kotak suara sampai di TPS pada H-1, kotak suara tidak boleh di buka oleh siapapun. tetap dijaga. Bila kondisi agak rawan maka kotak suara diantar ke TPS pad dini hari/subuh hari H. Di TPS ada sistem pengamanannya juga. dengan adanya para saksi : saksi parpol (16), saksi caleg DPD (29), saksi paslon pilpres (2). lalu ada pengawas TPS dari jajaran Bawaslu. ada juga pemantau dari masyarakat sipil, ada polisi ada Linmas, KPPS 7 orang”, Jelas DHS
DHS juga menghimbau kepada pemilih untuk memastikan terlebih dahulu surat suara sebelum menuju ke bilik suara untuk proses pencoblosan
“Surat suara diberikan pada pemili di TPS dan dibawah ke bilik suara, surat suara terlebih dahulu harus dibuka untuk memastikan surat suara tersebut telah sesuai dapil, tidak rusak atau tercoblos. kalau ternyata surat suara yang diambil dari surat suara cadangan (2%). jadi cek dulu sebelum dibawah ke bilik suara”, imbaunya.
Ia juga menambahkan bila terjadi kesalahan pada suarat suara (telah dicoblos) maka akan diselenggaran pemungutan suara ulang (PSU) dan apabila ditemukan ada kecurangan yang dilakukan oleh oknum tertentu pada proses tersebut akan dikenakan sanksi pidana (penjara).
“Ada surat suara yang sudah tercoblos saat kotak suara dibuka untuk pertama kali ? maka akan dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). pelakunya akan kena pidana pemilu. dipenjara”, tambahnya.