Beranda Artikel Negeri Klarifikasi

Negeri Klarifikasi

Farhan Azizi

Karna.id — Jutaan manusia dengan jutaan buah pikiran memudahkan penyelesaian permasalahan melalui metode klarifikasi. Blunder, dongok, tanpa berpikir untuk kebutuhan manjat sosial rela mereka lakukan. “Manjat-manjat dahulu klarifikasi kemudian”, pribahasa ini layak kita tujukan kepada orang-orang tersebut. Kendati tidak sepenuhnya yang melakukan itu demikian. Namun yang perlu kita soroti adalah kalangan yang melakukan klarifikasi setelah tindakan blunder, dongok, dan tanpa berpikir itu ia lakukan begitu saja.

Selasa (6/7/2021) tepat di hari ketiga PPKM, sejumlah permasalahan seperti bentrokan mengenai penertiban terhadap orang atau kelompok yang melanggar PPKM mulai bermunculan. Permasalahan itu melibatkan sejumlah petugas dan warga.

Gejala-gejala klarifikasi sepertinya akan muncul setelah terjadinya bentrokan itu. Tak ayal perkataan ini dikatakan karena bercermin pada sejumlah peristiwa yang pernah terjadi dapat dipastikan berujung klarifikasi. Menyebutkan peristiwa itu sepertinya kurang etis dan mungkin kawan-kawan sekalian sudah mengetahui yang saya maksud.

Klarifikasi seakan menjadi ajang unjuk gigi guna mendapatkan popularitas dan komisi. Padahal klarifikasi itu semestinya demi mewujudkan kepentingan bersama agar tidak lagi terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

Dan terbukti pada Selasa, (6/7/2021) Wali Kota Semarang melalui akun instagram @hendrarprihadi mengklarifikasi masalah mengenai tindakan dari Jajaran Pemerintah Kota Semarang yang tidak sesuai perintah. Inilah salah satu bentuk praktik klarifikasi yang kian mentradisi.

“Negeri Klarifikasi” adalah kata yang tepat untuk memberikan citra negeri yang sudah mentradisikan praktik ini. Klarifikasi menjadi tidak berarti, karena hanya untuk sekedar mengobati hati yang telah kau lukai. Benar tidak, kalau negeri ini sudah menjadi “Negeri Klarifikasi”? Kalau kamu klarifikasi, kamu akan tetap kena sanksi. Kalau dia yang klarifikasi, dia pasti mendapat toleransi.

“Warga klarifikasi tetap terkena sanksi”

“Pemerintah klarifikasi mendapat toleransi”

“Tak klarifikasi maka tak?”….