TEMANGGUNG, karna.id — Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung meminta Presiden Jokowi memberikan perlindungan terhadap industri hasil tembakau (IHT) di tanah air melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kelangsungan hidup industri kretek nasional dan menghilangkan kebijakan yang bisa mematikan jutaan petani tembakau.
Ketua APTI Temanggung, Nurtantio Wisnu Broto mengatakan terbitnya Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dinilai mengancam kelangsungan hidup jutaan petani tembakau. Pasalnya, dalam RPJMN mengandung klausul-klausul yang mengancam eksistensi tembakau.
“Diantaranya klausul bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau,” kata Nurtantio dalam aksi tagih janji Jokowi di Temanggung, Jumat (24/07).
Nurtantio menegaskan, pihaknya tidak ingin pemerintah menyengsarakan petani tembakau dengan berbagai kebijakan yang cenderung eksesif.
“Pasalnya, kalau itu terjadi maka kekecewaan seluruh petani tembakau yang pilpres 2019 kemarin 70% memberikan bukti dukungan kemenangan kepada Pak Jokowi di Temanggung!,” terangnya.
Aksi dilakukan puluhan petani di Alun-Alun Temanggung. Mereka menggelar ritual doa bersama di perempatan BCA Temanggung dan membentangkan berbagai spanduk berisi tulisan desakan kepada pemerintah. Diantaranya “Nagih janji Pak Jokowi”.
“Sebenarnya petani tembakau dalam menagih janji ini akan menurunkan massa, tetapi kami masih menghormati adanya protokol kesehatan, maka hanya perwakilan dan harapannya suara kami ini didengar Pak Presiden kemudian membuat suatu kebijakan yang tidak merugikan petani tembakau,” katanya.
Ia menuturkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) saat ini dimasukkan tentang perubahan PP nomor 109 Tahun 2012, termasuk kenaikan cukai tembakau yang sangat memberatkan industri tembakau.
“Padahal industri tembakau merupakan pasar dari tembakau rakyat atau petani tembakau yang tersebar pada 9 provinsi di Indonesia,” imbuhnya.
Menurut Nurtantio, Peraturan Pemerintah nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang ada saat ini cukup komprehensif, sehingga jangan ada revisi lagi.
“Kenaikan cukai dan harga jual eceran rokok ini sangat memberatkan bagi petani tembakau karena dampak dari kenaikan itu sekarang permintaan tembakau rakyat berkurang bahkan harga tembakau petani jatuh,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Sosial Juliari P. Batubara mengusulkan kenaikan harga rokok per bungkus Rp100 ribu. Bagi petani tembakau, usulan itu jelas di luar batas kewajaran karena kemampuan dari konsumen untuk membeli rokok itu pasti ada harga psikologis sesuai pendapatan.
Menurut Wisnu, pemerintah harus bijaksana jangan disamakan dengan luar negeri seperti di Australia dan Singapura harga rokok Rp100 ribu per bungkus tidak menjadi masalah karena pendapatan masyarakatnya sudah tinggi.
“Tidak seperti di Indonesia yang secara ekonomi masih terpuruk, sehingga kenaikan cukai menjadi bencana bagi petani tembakau,” cetusnya.
Nurtantio Wisnu Broto menambahkan, aksi tersebut akan dilakukan beruntun, setelah sebelumnya di Wonosobo, di Temanggung, akan berlanjut ke daerah penghasil tembakau lainnya, seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Rembang.
“Kalau tuntutan ini tidak diakomodasi oleh pemerintah, pasti petani tembakau akan turun ke jalan,” tukasnya. ***